Lanskap kultur Provinsi Bali

Lanskap kultur Provinsi Bali merupakan sebuah lanskap yang berada di Provinsi Bali, yang terdiri dari pedesaan dan sawah bertingkat Jatiluwih dengan sistem subak, pura, dan candi yang berada di sana. Lanskap kultur Provinsi Bali adalah entitas
yang unik yang terlaksana dari Filsafat Bali yang unik, Tri Hita Karana. Pada dasarnya, filosofi ini menegaskan bahwa kebahagiaan, kemakmuran, dan kedamaian hanya dapat tercapai jika Tuhan, Manusia, dan Alam hidup dalam Harmoni. Aturan filosofi ini merupakan contoh hubungan harmonis luar biasa antara supranatural (Tuhan), manusia, dan alam. Beberapa Pura yang menjadi ciri khas pemandangan dan upacara yang dilakukan di sana merupakan wujud keinginan masyarakat Bali untuk mencari hubungan yang harmonis dengan Tuhan. Sosio-organisasi keagamaan yang bertanggung jawab menjaga lanskap, termasuk organisasi irigasi Subak, adalah wahana untuk menjaga hubungan yang baik di antara umat manusia. Sementara itu, bagaimana membangun Bali, seperti memilih lokasi kuil dan desainnya, membangun fasilitas irigasi, dan membuat teras-teras sawah, menunjukkan komitmen untuk menjaga hubungan harmonis dengan lingkungan.
Pada Tahun 2012, lanskap kultur Provinsi Bali ditetapkan menjadi salah satu Situs Warisan Dunia UNESCO. Sebuah penelitian telah dilakukan untuk mencari kemungkinan pembanding Pandangan Budaya Provinsi Bali. Dalam kepulauan Indonesia, hampir tidak ditemukan sebuah lanskap kultur yang sebanding. Meskipun beberapa petak sawah ada di Sumatera dan Sulawesi, tidak ada yang rumit dibandingkan dengan organisasi irigasi Subak di Bali. Sawah teras Sumatra dan Sulawesi tidak memiliki kuil khusus atau ritual yang mencirikan pandangan kebudayaan Provinsi Bali. Selanjutnya, pembentukan teras sawah Sumatra dan Sulawesi adalah pertimbangan yang lebih teknis, sementara lanskap di Bali diciptakan sebagai manifestasi dari filsafat Tri Hita Karana. Di luar Indonesia, Teras Sawah Cordillera di Luzon, Filipina, dapat dibandingkan dengan sawah teras dari Subak Jatiluwih di Tabanan dan pula dinyatakan sebagai Situs Warisan Dunia pada tahun 1995. Selain itu, Teras Sawah Banaue di Filipina juga dapat disamakan dengan yang ada di Jatiluwih. Sistem irigasi Banaue didukung oleh organisasi tradisional, teknik pertanian, ritual dan sistem kepercayaan. Namun, ritual dan sistem kepercayaan serta organisasi di balik sistem tersebut adalah sangat berbeda. Ritual Ifugao dan sistem kepercayaan Hindu tidak memiliki persamaan sama sekali, sementara ritual di Bali dan sistem kepercayaannya telah sangat dipengaruhi oleh Hinduisme. Hal ini dapat dilihat dalam terjadinya candi kecil di teras sawah Jatiluwih yang didedikasikan untuk Sri, dewi padi. Selanjutnya, struktur sistem irigasi Jatiluwih (subak) memiliki akar dari Tri Hita Karana, esensi dari kosmologi Bali. Oleh karena itu, sawah Jatiluwih merupakan fenomena unik yang sangat berbeda dengan yang lain dibandingkan Ifugao atau sistem teras padi di dunia.( id.wikipedia.org )